Sebuah Ujian
Bismillah.. Assalamualaikum. Selamat malam. Mau cerita, nih..
Jadi hari ini pengumuman suatu ujian penting dalam perkuliahanku. Hasilnya? MasyaAllah.. sangat nggak memuaskan. Sedih? Pasti. Satu hal disaat aku gagal yang membuatku benar-benar merasa 'jatuh' dan terpuruk adalah ketika aku merasa aku telah menyelesaikan satu tahapan dalam membuat orang tuaku kecewa.
Ya Allah rasanya.. melihat suatu kegagalan dalam hidup membuatku terkadang ingin menyerah. Aku merasa sudah berusaha semampuku, semaksimal yang aku bisa. Aku merasa aku sudah banyak sekali berdoa, menyerahkan segala hasil yang aku terima kepada Allah.. tapi aku masih belum berhasil saat ini. Apa yang salah dan kurang dari diriku?
Yang salah dan kurang adalah.. aku terlalu merasa bahwa aku sudah melakukan semuanya.. aku terlalu sombong dan enggan merasa bahwa aku merasa kurang. Aku kurang bersabar, kurang bertawakal, dan berserah diri. Memang, segalanya akan disesali saat kegagalan datang. Penyesalan selalu datang di akhir. Mungkin titik inilah yang membuatku benar-benar merasa terpuruk dan jatuh. Titik terendah. Sebelumnya, aku tak pernah merasa sesedih dan sesakit ini dalam langkahku menggapai cita-cita dan membanggakan kedua orang tuaku..
Ketika merasakan perasaan seperti ini, rasanya enggan sekali. Banyak sekali pertimbangan untuk jujur terhadap kedua orang tuaku. Dimana aku merasa bahwa aku hanyalah beban untuk mereka, aku merasa bahwa aku belum bisa membanggakan mereka, aku merasa aku tidak lebih dan tidak punya hal yang lebih baik dari kakakku.. Rasa-rasa itulah yang membuatku bimbang bagaimanakah aku harus bersikap menghadapi kenyataan ini. Ya Allah, kalau hamba bisa menangis tanpa ada orang yang tahu, hamba ingin sekali menangis.. Kalau hamba bisa kembali memutar waktu, hamba ingin sekali kembali, untuk lebih banyak belajar dan berserah diri kepadaMu..
Sedikit cerita. Aku, anak kedua, kuliah di perguruan tinggi swasta. Uang kuliahku mahal, teramat sangat mahal. Alat-alat praktikumku kebanyakan harus dibeli dengan uang sendiri. Kesemua kebutuhan hidupku di kos dan alat-alat seratus persen ditanggung orang tuaku. Rumahku menuju kos bisa ditempuh dengan waktu kira-kira satu jam, dengan kata lain aku bisa kapanpun pulang ke rumah jika aku merasa kesulitan.
Kakakku, anak pertama, kuliah di perguruan tinggi negeri. Uang kuliahnya disesuaikan dengan jumlah gaji orang tua. Alat-alat praktikum? Tidak semahal milikku. Kesemua kebutuhan hidupnya di kos ditanggung orang tuaku, dan beasiswa. Rumahku dan kosnya bisa ditempuh dengan jarak yang cukup jauh, kurang lebih 12 jam, dengan kata lain kakakku tidak bisa pulang ke rumah kapanpun yang ia mau, karena ia harus memikirkan uang untuk tiket transportasi dan berapa lama waktu yang akan dihabiskan di rumah.
See? Betapa jauhnya perbedaan kehidupan kuliahku dengan kakakku. Aku merasa sangat belum bisa memberikan keringanan untuk kedua orang tuaku.. Aku tidak mau mengeluh. Aku tidak mau menyerah. Walaupun saat ini keadaan belum memberikan apa yang aku harapkan, aku yakin Allah Maha Baik. Allah Maha Besar. Aku tidak peduli apa yang orang lain bicarakan atas kegagalanku. Aku hanya ingin jujur, bahwa aku sudah berusaha semaksimal mungkin sampai titik ini. Kalau memang aku belum berhasil, bukan berarti aku gagal, bukan berarti aku tidak bisa, bukan berarti aku tidak mampu. Aku hanya diberikan kesempatan kembali untuk belajar lebih banyak lagi. Aku diberi kesempatan untuk berusaha semakin giat lagi..
Kadang, ujian yang diberikan Allah adalah pertanda ada sesuatu yang akan terjadi di depan. Akan ada kemudahan-kemudahan yang menanti dan menggiring kita ke jalan kesuksesan. Gagal itu perlu, agar kita bisa belajar lebih banyak lagi, agar kita belajar bahwa sabar itu perlu, bertawakal dan berpasrah diri itu harus.
“Sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami
mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu
sekalian.”
(QS. Muhammad : 31)
Komentar
Posting Komentar